ABDUL HARIS NASUTION || 100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia || Biografi Singkat Tokoh Abad 20

ABDUL HARIS  NASUTION  



                                                                                     id.wikipedia.org


ABDUL HARIS  NASUTION  

(Jenderal Besar, Konseptor Perang  Gerilya dan Dwifungsi ABRI)  

"Tentara yang tidak mendapat dukungan rakyat  pasti kalah."  

Jenderal Besar A.H. Nasution adalah sosok yang  tak mungkin dilupakan oleh bangsa ini. Tokoh ini  bisa tampil tegar, misalnya dalam mengambil sikap  ketika kekuatan komunis merajalela, tetapi Pak Nas  juga bisa menitikkan air mata ketika melepas jenazah  tujuh Pahlawan Revolusi di awal Oktober 1965.  

Pak Nas dikenal sebagai penggagas Dwifungsi  ABRI. Konsep yang digagasnya telah menyimpang  ke arah yang destruktif. Orde Baru yang ikut di dirikannya (walaupun ia hanya sesaat saja berperan di  dalamnya) telah menafsirkan konsep itu dalam peran  ganda militer yang sangat represif dan eksesif. Tentara tidak lagi menjadi pembela rakyat, tetapi bermain dalam lapangan politik.  

Selain konsepsi dwifungsi ABRI, ia dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal,  Strategy of Guerrilla Warfare. Selain diterjemahkan ke  berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib  akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, ·West Point, Amerika Serikat.  

Abdul Haris Nasution lahir 3 Desember 1918, di  Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Anak  petani ini bergelut di dunia militer setelah sebelumnya sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah  perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, ia ikut  mendaftar. Selanjutnya, ia menjadi pembantu letnan  di Surabaya. Tahun 1942 ia mengalami pertempuran  pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Pasukannya bubar. Bersepeda, ia lari ke Bandung. Di kota  ini ia bekerja sebagai pegawai pamong praja. Tidak  betah dengan pekerjaan sebagai priyayi, tahun 1943  ia masuk militer lagi dan menjadi Wakil Komandan  Barisan Pelopor di Bandung.  

Setelah Jepang kalah perang, Nasution bersama  para pemuda eks-Peta mendirikan Badan Keamanan  Rakyat. Karirnya langsung melesat dan Maret 1946,  ia diangkat menjadi Panglima Divisi Ill/Priangan.  Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Februari 1948, ia menjadi Wakil  Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jenderal  Soedirman). Tapi, sebulan kemudian jabatan "Wapangsar" dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala  Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di  penghujung 1949, ia diangkat menjadi KSAD.  

Dalam Revolusi Kemerdekaan 1(1946-1948), ketika memimpin Divisi Siliwangi, A.H. Nasution betul-betul mempelajari arti dukungan rakyat dalam suatu  perang gerilya. Dari sini lahir gagasannya tentang  metode perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat.  Metode perang ini dengan leluasa dikembangkannya  setelah Pak Nas menjadi Panglima Komando Jawa  pada masa Revolusi Kemerdekaan II (1948-1949). Ia  menyusun Perintah Siasat No. I, yang berisi "juklak"  tentang persiapan perang gerilya. Instruksi tersebut  kemudian dikenal sebagai doktrin "pertahanan rakyat total". Doktrin itu sampai hari ini masih dianut  militer-Indonesia.  

Pak Nas merupakan sosok yang bisa mengambil  jarak terhadap kekuasaan. Meski mengaku mengagumi Soekarno, ia tidak menyangkal kalau sering terlibat kont1ik dengan presiden pertama RI ini. Perang  dingin di antara keduanya muncul ketika ia tidak  bisa menerima intervensi politisi sipil dalam persoalan  internal militer. Ia lalu mengajukan petisi agar Bung  Karno membubarkan Parlemen (Peristiwa 17 Oktober 1952). Karena dianggap menekan Presiden akhirnya Pak Nas dicopot dari jabatannya. Tapi, konflik  internal AD tak kunjung reda, sehingga tahun 1955  Bung Karno memberikan lagi jabatan yang sama.  Hubungan keduanya pun mulai membaik. Bahkan  KSAD jadi co-fonnateur dalam pembentukan Kabinet  Karya dan Kabinet Kerja.  

Selanjutnya, giliran Pak Nas yang menyeberang  ke pentas politik. Tahun 1957, terjadi pemberontakan  PRRIjPermesta, Bung Karno menyatakan SOB (negara dalam keadaan perang). Ia ditunjuk sebagai Penguasa Perang Pusat dan pemberontakan bisa dipatahkan dengan cepat. Tapi, di konstituante, para anggota parlemen terus berdebat tentang UUD baru. Pertengahan 1959, perdebatan menjurus pada perpecahan. Sebagai Penguasa Perang, Pak Nas mengajukan  gagasan pada Bung Kamo untuk "kembali ke UUD  1945". Tanggal 15 Juli 1959, keluarlah Dekrit Presiden  yang bersejarah itu.  

Tapi bulan madunya dengan Soekamo tidak berlangsung lama. Sejak awal 1960-an, hubungan kedua  tokoh itu mulai renggang. Ia tak bisa menerima sikap  Bung Kamo yang dekat dengan PKI. Pertentangan  antara keduanya akhimya menjadi rivalitas terbuka  pasca peristiwa G 30 S. Pak Nas bekerjasama dengan  Pangkostrad Mayjen Soeharto, menumpas habis PKI.  Bung Karno tidak mau "menyalahkan" PKI. Akhirnya Pemimpin Besar Revolusi itu pun terguling.  

Nasution nyaris menjadi korban G 30 S. Namanya termasuk dalam daftar penculikan. Beruntung,  ia dapat lolos dari kepungan, walaupun kehilangan  puterinya, Ade Irma Suryani. Pak Nas memang sosok  yang berani terang-terangan menentang komunis.  Pada tahun 1948 ia memimpin pasukan Siliwangi  menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Ia juga  aktif menghalangi manuver-manuver PKI, antara  lain menentang usul mempersenjatai buruh dan tani.  

Awal pemerintahan Orde Baru, Pak Nas sempat  berperan. Semula, beberapa tokoh AD, seperti Kemal  ldris, H.R.Dharsono, dan Sarwo Edi, mendesaknya  untuk menjadi presiden. Tetapi, Pak Nas hanya menjadi Ketua MPRS. Tahun 1968, lewat keputusannya,  MPRS mengangkat Soeharto menjadi presiden.  

Kemesraan Nasution-Soeharto juga tidak lama.  Setelah Soeharto berkuasa, Nasution malah disingkirkan. Keterlibatannya dalam Petisi 50 dianggap sebagai biang keladinya. Puncaknya, 1972, setelah 13  tahun memimpin angkatan bersenjata, Nasution dipensiunkan dini dari dinas militer. Sejak saat itu Nasution tersingkir dari panggung politik.  

Dalam masa tuanya, Pak Nas sempat dibelit persoalan hidup. Rumahnya di JI. Teuku Umar Jakarta,  tampak kusam dan tidak pernah direnovasi. Secara  misterius pasokan air bersih ke rumahnya terputus,  tak lama setelah Pak Nas pensiun. Namun, setelah  21 tahun dikucilkan, tiba-tiba Nasution dirangkul lagi  oleh Soeharto. Tanggal 5 Oktober 1997, bertepatan  dengan hari ABRI, prajurit tua yang dikenal taat beribadah itu dianugerahi pangkat Jenderal Besar bintang lima. Selain Nasution, ada dua jenderal yang  menyandang bintang lima sepanjang sejarah RI: yaitu  Soedirman dan Soeharto.  

Abdul Haris Nasution tutup usia di RS Gatot Soebroto, pukul 07.30 WIB, pada tanggal 6 September  2000. ***** 


Comments