- Get link
- X
- Other Apps
- Get link
- X
- Other Apps
Bismillahirohmanirohim
Menapaki jejak inspirasi dari kisah hidup Rasulullah tidak akan pernah bisa terlepas dari membahas satu bab tentang jahiliyah. Kita seringkali mengartikan kata jahiliyah dengan kebodohan, tidak punya pengetahuan, tidak berilmu atau bahkan mungkin keterbelakangan.
Namun pemahaman itu bisa menjadi salah, ketika parameternya adalah ukuran-ukuran masa kini. Mengapa? Karena sebagian masyarakat jahiliyah ketika itu, juga termasuk masyarakat yang cukup maju pada zamannya. Bahkan bangsa Quraisy itu sendiri termasuk masyarakat yang berilmu.
Masyarakat Quraisy adalah masyarakat yang cerdas jika ukurannya adalah kecerdasan di masa ini. Mereka memiliki ilmu dagang yang baik, mereka adalah para pebisnis hebat. Dan mereka mengerti bagaimana cara bernegosiasi.
Bahkan mereka pun paham bagaimana berdiplomasi. mereka adalah koneksi dagang antara Persia dan Romawi yang merupakan dua negara adidaya besar ketika itu. Jahiliyah yang dimaksud di sini adalah kebodohan dalam hal yang lebih dalam.
Pola pikir dasar yang keliru, tidak punya standar kebenaran, kesalahan paradigma atau kebodohan-kebodohan dalam hal penting lainnya. Sebagai contoh seperti yang terjadi pada sebagian masyarakat jahiliyah ketika itu.
Ia memiliki kebiasaan membunuh anak-anak perempuan mereka. Ketika bayi yang terlahir adalah bayi perempuan mereka tidak senang dan mereka membunuhnya. Apa sebabnya? sebabnya adalah kebodohan dalam memahami konsep rezeki.
Mereka berpikir bahwa anak perempuan adalah konsumen bukan produsen. Anak perempuan tidak bisa mencari harta, menambah harta, atau bahkan minimal menjaga harta mereka. Oleh karena itu anak perempuan identik dengan beban hidup keluarga.
Memang kasusnya tidak terulang lagi hari ini. Tapi nilai kejahiliyahan itu jangan-jangan masih ada pada diri kita. Kita bersandar pada apa yang kita miliki dan kita bersandar pada hitung-hitungan semata. Seolah kita tak paham siapa pemberi rezeki dan siapa yang maha mencukupi.
Sehingga hidup penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran. Rasulullah Muhammad hadir dengan membawa risalah yang meluruskan itu semua. Dalam banyak ayat Allah menyatakan bahwa rezeki dan kecukupan itu datangnya dari Allah.
Dan keyakinan ini adalah modal dasar untuk hidup yang hebat dan penuh berkah. Jangan sampai kita lebih yakin dengan apa yang kita miliki dibandingkan dengan apa yang Allah janjikan. Karena seberapapun banyaknya tabungan kita, saldo rekening kita, gaji kita atau profit bisnis kita.
Namun jika Allah menghendaki tidak cukup, maka semua itu tidak akan pernah cukup. Begitu pula sebaliknya kecukupan datangnya dari Allah, maka jangan sampai itu semua menjadi Tuhan Tuhan baru dalam hidup kita.
Merasa aman dengan saldo yang banyak tapi merasa khawatir dengan saldo yang sedikit. Keyakinan di hati seolah saldo itulah yang bisa mencukupi, memudahkan, menyelesaikan persoalan kita dan mewujudkan segala hajat Hajat kita.
Seolah berubahlah sila pertama bangsa ini, bukan lagi Tuhan Yang Maha Esa. Tapi menjadi uang yang maha esa atau saldo rekening yang maha esa. Sahabat-sahabat sekalian, keyakinan yang benar bahwa Allah Maha Pemberi rezeki.
Dan Allah-lah yang maha mencukupi akan menjadikan setiap ikhtiar kita begitu bertenaga. Mengapa? ya karena kita bergerak dengan hati yang jauh dari kerisauan dan kegelisahan dalam hal urusan-urusan dunia.
Dan ketenangan inilah kunci produktivitas dan keberhasilan yang penuh berkah. Jadikanlah itu semua sebagai syarat seorang hamba yang harus menyempurnakan ikhtiar. Letakkanlah itu ditangan jangan sampai masuk dan menggeser Allah di hati.
Karena demi Allah, bukan itulah yang bisa membuat kita cukup. Keberadaannya (uang) harusnya tidak membuat kita merasa aman dan ketiadaannya pun tidak membuat kita merasa khawatir. Masa depan itu ditangan Allah.
Maka yang harus membuat kita khawatir adalah ketika kita belum bersungguh-sungguh dan serius mendekat pada Yang Maha menggenggam semua kejadian. Dengan benar-benar menjaga diri dari kelalaian padanya dalam setiap upaya yang kita lakukan.
Kebahagiaan, keberkahan dan ketenangan adalah milik siapa pun yang bersandar pada janji dan jaminan-Nya. Sahabat sahabat sekalian, masihkah ada kejahiliahan itu dalam diri kita? indikasinya mudah saja.
Ketika masih enggan bersedekah, tak mau berbagi, berat berderma dan terlalu banyak berhitung untuk hal-hal di jalan Allah. Maka jangan-jangan masih ada tuhan-tuhan lain dalam diri kita. Jangan-jangan masih ada nilai-nilai jahiliyah dalam diri kita.
Sonny Abi Kim
Comments
Post a Comment